Minggu, 15 Desember 2013

Kategori Adat di Tabek Panjang

Adat Nan Sabana Adat, adalah undang - undang alam ciptaan Allah yang bersifat menyeluruh, yaitu hukum yang kekal. Aturan aturan yang dibuat alam takambang, yang mampu merobahnya adalah pencipta alam itu sendiri yaitu Allah, dan diistilahkan dalam bahasa Minang Indak lapuak dek hujan, Indak lakang dek paneh.
Adat Nan Diadatkan, yaitu peraturan yang dibuat berdasarkan kata mufakat, yang sangat erat hubunganya dengan titah Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan Datuak Katumangguangan. Kedua datuak ini adalah nenek moyang orang Minangkabau yang menjadikan alam sebagai guru dengan ungkapan alam takambang manjadi guru, merupakan dasar falsafah adat sebagaimana dalam pepatah :

Panakiak pisau suruik
Ambiak galah batang lintabuang
Silodang ambiak kaniru
Nan satitiak jadikan lauik
Nan sakapa jadikan gunuang
Alam takambang jadi guru
            ( Penakik pisau surut
              Ambil galah batang lintabung
              Selodang ambil untuk niru
              Yang setetes jadikan laut
              Yang sekepal jadikan gunung
              Alam takambang jadikan guru).

Pepatah ini dimaknai bahwa Datuak Parpatiah Nan Sabatang dan Datuak Katumangguangan membuat peraturan, kemudian dijadikan sebagai pegangan oleh masyarakat  Minangkabau yang bersumber dari alam. Hal ini ditegaskan oleh Zulhelman dalam Mahdi Bahar bahwa :
Nenek moyang Minangkabau menggunakan alam, seperti alam flora, fauna dan benda benda alam lainya sebagai sumber pengetahuan yang bertujuan untuk mengatur masyarakat dalam segala bidang.

Pernyataan ini juga digunakan di Tabek Panjang untuk membuat peraturan oleh masyarakat setempat, hal ini disebabkan adat nan diadatkan tidak sama pada setiap nagari, dan dapat berubah menurut perkembangan masyarakat.
Fatwa adat mengatakan tagak adaik dek supakaik (berdiri adat karena sepakat), atau hasil musyawarah pemuka - pemuka adat dalam nagari yang disebut buek atau karang buatan , dalam pengertian lain ialah ikatan yang dibuat untuk bersama.
Di masyarakat Tabek Panjang adat nan diadatkan ini memakai sistem Datuak Parpatiah Nan Sabatang yaitu dengan cara musyawarah dalam mencari kesepakatan, hasil kesepakatan dilaksanakan dengan sistem Datuak Katumangguangan. Hal ini terlihat dalam acara perkawinan, apabila anak atau kemenakan mengadakan pernikahan, maka seluruh ninikmamak dan sanak famili mengadakan baiyo iyo (musyawarah untuk mencari kesepakatan), dalam acara pernikahan  tersebut. Pelaksanaan dari hasil baiyo iyo, mamak dapat memberikan tugas langsung pada kemenakan, Bundo Kanduang, untuk memanggil dan memberitahu  masyarakat sekitar bahwa pernikahan dan resepsi akan diadakan pada hari yang telah disepakati dari baiyo iyo tersebut.
Adat nan teradat, yaitu sesuatu kebiasaan yang dipakai secara umum karena hasil tiru meniru akibat persinggungan dengan budaya lain, seperti berolah raga, berkesenian, berjudi, adu ayam dan sebagainya. Kesenian rakyat yang ada di Tabek Panjang merupakan akibat persinggungan dengan adat daerah lain, seperti daerah yang berbatasan dengan desa Tabek Panjang sehingga secara tidak langsung mempengaruhi adat nan taradat di masyarakat Tabek Panjang. Angku Maruhun ( Ninikmamak Kaum Jambak desa Tabek) juga mempertegas : adek saperti baolah raga, bakesenian, baampok, sabuang ayam, nan ado di kampuang awak adolah pangaruah dari kampung sebalah ( adat sepert berolah raga, berkesenian, berjudi, adu ayam, yang ada di kampung kita adalah pengaruh dari kampung sebelah) akhirnya menjadi tradisi dalam masyarakat.

Adat istiadat,  adalah kebiasaan atau kelaziman dalam suatu nagari, yang bersifat fleksibel dengan istilah babuhua sentak. Pelanggaran yang terjadi akan menjadi ejekan bagi masyarakat setempat. Contoh di daerah kota apabila wanita berpakaian rok mini dan celana pendek terkadang biasa saja bagi masyarakatnya, akan tetapi kalau di masyarakat Tabek Panjang akan menjadi perbincangan dalam nagari.
Dapat disimpulkan bahwa adat nan sabana adat, adat nan diadatkan adalah adat nan babuhua mati artinya aturan yang tidak boleh dibuka, dirobah dan dihapuskan, sedangkan adat nan taradat dan adat istiadat bersifat babuhua sentak, artinya adat yang disusun untuk mengatur pergaulan hidup dalam masyarakat Tabek Panjang dapat mengikuti perkembangan zaman untuk mendapatkan adat yang lebih baik, dan aturan - aturan itu harus sesuai dengan falsafah Minangkabau adat basandi syarak, syarak basandi kitabullah.
Dari uraian di atas, pengertian adat ialah kebiasaan. Kebiasaan yang telah disepakati, apabila terjadi pelanggaran akan mendapatkan hukuman disebut juga hukum adat. Dalam masyarakat Tabek Panjang khususnya, jika terjadi sesuatu pelanggaran atas ketentuan adat, bukan saja sipelaggar mendapat aib atau malu, tetapi seluruh kaum keluarga dan mamak ataupun Datuk  pasukuan akan menanggung akibatnya.
Orang yang paling berperan dalam pengetahuan tentang adat adalah ninik mamak, Alim ulama, cadiak pandai (cerdik pandai), sebagai orang terhormat dan terpandang statusnya dalam masyarakat. Kaum ninik mamak yang biasa dikenal sebagai pemangku adat disebut dengan Panghulu. Seorang Panghulu dipilih secara turun temurun oleh anak kemenakan sepasukuannya sebagai pemimpin kaumnya, pemelihara dan penjaga adat dengan panggilan Datuk. Panghulu pemegang kekuasaan adat dalam nagari Tabek Panjang yang memakai mahkota yang dinamai saluak, dipakai ketika acara adat, dan waktu sehari - hari nya datuk mamakai kupiah (peci nasional) yang badeta (renda).
Saluak dengan kerut - kerut di kening yang lebar, melambangkan sifat dan  watak seorang Panghulu yang berpikir tajam dan beralam lebar. Bentuk Saluak Panghulu dibuat melambangkan beringin sebagai lambang keadilan hukum adat. Hal ini dikemukan oleh Idrus Hakimi,  menyatakan peran seorang Panghulu dalam masyarakatnya yaitu:
Penghulu dalam suku bisa diibaratkan sebagai hari paneh tampek balinduang, hari hujan tampek bataduah, kapai tampek batanyo, kapulang tampek babarito, kakusuik kamanyalasai, kok karuah nan manjanihi, hilang kamancari, tabanam nan manyilami, tarapuang nan kamangaik, hanyuik nan kamaminteh, panjang nan mangarek, singkek nan kamauleh, senteng nan ka mambilai. (panas tempat berlindung, hujan tempat berteduh, pergi tempat bertanya, kembali tempat berberita, kusut tempat menyelesaikan, bila keruh akan dijernihkan, hilang akan dicari, terbenam akan menyelami, terapung akan mengait, hanyut akan memintas, panjang akan memotong, pendak akan diulas kurang akan menambah).




Tidak ada komentar:

Posting Komentar